PATI – Kilasfakta.com, Usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 2023 yang disampaikan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas di hadapan Komisi VIII DPR pada hari Kamis lalu menyita perhatian banyak pihak.
Kenaikan yang diusulkan tidak tanggung-tanggung, hampir dua kali lipat dari tahun lalu, yakni dari Rp 39,8 juta menjadi Rp 69,1 juta per Jemaah. Hal ini masih belum final atau belum ada keputusan dari pemerintah, namun sudah menjadi pembicaraan di tingkat bawah.
Menanggapi kondisi ini, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Ir. HM. Nur Sukarno menyebut, jika dilihat dari sisi perekonomian, kenaikan tersebut akan memberatkan masyarakat. Apalagi, masyarakat yang akan berangkat haji juga berlatar belakang yang berbeda. Ada yang memang dari keluarga kaya raya, sehingga tidak mempermasalahkan kenaikan yang signifikan tersebut.
Namun, lanjut Sukarno, bagi masyarakat yang dari golongan sedang, maka kenaikan tersebut akan menjadi persoalan tersendiri. Karena, lanjutnya, ada yang biaya haji itu hasil menabung sehingga jumlahnya bisa saja sekedar cukup untuk Bipih, atau alasan lainnya. “Sehingga, bisa jadi, ada calon Jemaah haji yang terpaksa harus mundur, atau menunda keberangkatannya, kalau tahun ini jadi naik, karena harus menyiapkan pelunasan empat puluh empat jutaan rupiah lebih,” tuturnya.
Anggota Komisi D dari Fraksi Golkar ini berharap, solusi dari pemerintah agar dapat meringankan para calon Jemaah haji. “Misalnya dengan mengurangi komponen biaya haji. Sehingga pembiayaan operasional bisa lebih efisien. Bisa kembali seperti dulu, makan tiga kali dikurangi atau bahkan ditiadakan, agar biaya haji tidak melambung tinggi,” tutupnya.
Pewarta: Purwoko