
SRAGEN – Kilasfakta.com – Terbongkarnya keberadaan lembaga penguji abal-abal yang mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam seleksi perangkat desa di Kabupaten Sragen diduga kuat berpotensi merugikan keuangan negara.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (Lapaan RI), Dr. BRMH Kusumo Putro, S.H., M.H., kepada awak media, Sabtu sore (17/5/2025).
Kusumo berpendapat, kasus LPPM fiktif yang terungkap di Sragen diduga melibatkan peran aktif kepala desa (kades) dan panitia penyaringan serta penjaringan perangkat desa.
“Kades dan ketua panitia diduga kuat telah bermanuver dalam pelolosan calon peserta dalam uji kompetensi, sehingga terjadi tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Lebih lanjut, doktor hukum ini menjelaskan bahwa penggunaan LPPM fiktif dalam uji kompetensi perangkat desa di Sragen telah memunculkan SK pengangkatan perangkat desa yang diloloskan secara tidak sah. Para perangkat yang menerima SK tersebut juga telah memperoleh gaji yang bersumber dari APBD.
“Oleh karena itu, SK yang telah dikeluarkan oleh kades harus dicabut. Perangkat desa yang menerima SK melalui cara yang tidak sah harus diberhentikan, kemudian seleksi ulang perlu segera dilakukan,” tegasnya.
Dikatakan, dalam tindak pidana korupsi, terdapat tiga unsur utama: pertama, keterlibatan dalam kejahatan; kedua, pemberian hadiah, gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang; serta ketiga, kerugian negara.
“Jika ketiga unsur ini terpenuhi, maka itu merupakan tindak pidana korupsi murni,” jelasnya.
Ia menambahkan, jenis-jenis tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan kerugian negara antara lain suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, serta perbuatan curang.
Kusumo juga menegaskan bahwa rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Sragen harus menjadi dasar hukum yang kuat bagi para kepala desa untuk bertindak tegas.
“Tiga poin rekomendasi dari Inspektorat bukan sekadar catatan administratif, tetapi merupakan perintah yang wajib dipatuhi. Kepala desa wajib meninjau ulang dan mencabut SK perangkat desa yang dihasilkan dari seleksi oleh LPPM ilegal tersebut,” tandas Kusumo.
Ia menambahkan bahwa keberadaan perangkat desa hasil seleksi lembaga abal-abal bukan hanya kesalahan prosedural, tetapi juga cacat hukum. Di balik itu, terdapat kerugian negara yang nyata.
“Gaji yang mereka terima selama ini merupakan bentuk kerugian negara karena pengangkatan mereka tidak sah. Maka secara hukum, keberadaan mereka tidak memiliki legitimasi,” tegasnya.
Menanggapi isu penggunaan SK perangkat desa untuk memperoleh pinjaman di bank milik pemerintah daerah, Kusumo menyatakan bahwa hal tersebut justru memperumit masalah LPPM fiktif di Sragen.
“Untuk memperoleh pinjaman di bank pasti menggunakan SK sebagai jaminan dengan sistem potong gaji. Jika SK tersebut bermasalah, maka pihak bank juga akan mengalami kerugian setelah SK dicabut,” tuturnya.
Karena itu, Kusumo mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak. Ia menilai kasus ini menyangkut kredibilitas seluruh jenjang pemerintahan, mulai dari desa hingga kabupaten.
“Pihak berwenang harus berani bertindak. Jangan sampai kepercayaan masyarakat runtuh hanya karena pembiaran terhadap pelanggaran hukum. Ini menyangkut kepentingan rakyat, bukan sekadar urusan teknis,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa LHP Inspektorat memiliki tenggat waktu yang tegas, yaitu 60 hari sejak rekomendasi disampaikan. Semua hal yang tertuang dalam LHP tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh kepala desa.
“Ini bukan hanya soal niat baik, tapi ada batas waktu yang jelas. Jika dalam 60 hari tidak ditindaklanjuti, maka itu bisa menjadi bentuk pembangkangan terhadap hukum dan pengabaian terhadap perintah resmi dari Pemerintah Kabupaten Sragen,” tambahnya.
Diketahui, empat desa yang diduga kuat bekerja sama dengan LPPM abal-abal dalam seleksi perangkat desa tersebut adalah:
Desa Jati, Kecamatan Sumberlawang
Desa Klandungan, Kecamatan Ngrampal
Desa Sambungmacan, Kecamatan Sambungmacan
Desa Gilirejo, Kecamatan Miri
Lebih lanjut, Kusumo menekankan pentingnya ketelitian dalam pelaksanaan seleksi perangkat desa ke depan. Verifikasi dan validasi terhadap LPPM sebagai mitra penyelenggara harus dilakukan secara ketat dan transparan.
“Jadikan ini sebagai peringatan keras bagi semua pihak. Jangan bermain-main dengan urusan publik. Seleksi perangkat desa adalah pondasi pelayanan masyarakat. Jika dari awal sudah cacat, maka kerusakan akan menjalar ke mana-mana,” ucapnya.
Menutup pernyataannya, Kusumo menegaskan bahwa pihaknya bersama masyarakat akan mengawal secara serius tindak lanjut atas LHP Inspektorat tersebut.
“Kami bersama masyarakat akan turut mengawal. Jangan biarkan rekomendasi Inspektorat hanya menjadi dokumen mati. Ini soal pertanggungjawaban terhadap rakyat,” tandasnya.
“Kami berharap, kejadian ini semoga tidak terjadi lagi di Kabupaten Sragen,” pungkas Pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) tersebut. (Hendro)