Oleh : Evi Witanti, S.Kom.I

Guru BK di MA Mazro’atul Huda Karanganyar Demak dan Mahasiswa S2,program magister MPI IAIN Kudus 

yang adil dan merata. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2003 Pasal 3, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilaikultural dan nilai kemajemukan bangsa”. Artinya Negara Indonesia secara langsung telah menjamin upaya pemenuhan pendidikan yang adil dalam setiap satuan pendidikan untuk seluruh warga negaranya melalui undang-undang tersebut tidak terkecuali bagi anak yang berkebutuhan khusus. Sebagaimana disebutkan oleh Undang-Undang No. 8 tahun 2016 Pasal 5 menyebutkan secara jelas salah satu hak yang wajib dipenuhi kepada penyandang disabilitas adalah layanan pendidikan. Salah satu layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah sekolah inklusi.
Sekolah inklusi adalah tempat bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama dengan anak regular pada umumnya. Siswa inklusi memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan siswa regular di dalam kelas. Bagi siswa inklusi ada sedikit perbedaan mereka memiliki pendamping yaitu GPK (Guru Pendamping Khusus) dan Shadow Teacher.
Sistem pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana, serta sistem penilaian di sekolah inklusi akan mengakomodasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat beradaptasi dan menerima pendidikan sebaik mungkin.
Anak Berkebutuhan Khusus (Heward) adalah anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan maupun ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi, sosial, atau gabungan dari berbagai segi diatas yang membuat mereka memerlukan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kekhususan yang mereka miliki.
Ada 10 jenis ABK yaitu : 1) Tunagrahita, 2) Tunanetra, 3) Kesulitan Belajar, 4) Autis, 5) Gangguan Perilaku, 6) Tunadaksa, 7) Tunalaras, 8) Tunaganda, 9) Tunarungu, 10) Anak Berbakat (Kauffman & Hallahan, 2005).
Menurut Prayitno, dkk (2003:10) Bimbingan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perseorangan maupun kelompok agar dapat mandiri dan berkembang secara optimal. Bimbingan Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh pendidik (Guru BK) kepada peserta didik dalam rangka pengembangan bidang pribadi, belajar, sosial dan karir.
Sedangkan Fungsi Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno, dkk (2002:4) ada 4 yaitu: (a) Fungsi Pemahaman (b) Fungsi Pencegahan (c) Fungsi Pengentasan (d) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan. Dalam memberikan layanan konsultasi kepada peserta didik, biasanya pola yang dipakai adalah pola layanan 17 Plus.
Dikaitkan dengan layanan pendidikan bukan hanya sekedar layanan pembelajaran namun juga layanan bimbingan konseling di sekolah. Layanan bimbingan dan konseling adalah layanan yang memandirikan, dalam upaya perkembangan peserta didik secara optimal. Hal pertama yang dilakukan dalam pelayanan BK pada sekolah inklusi adalah melakukan assesmen khusus bagi peserta didik inklusif. Tentunya dalam hal ini Guru BK tidak dapat berdiri sendiri, kegiatan ini diawali dengan kegiatan Skrining yang dilaksanakan bekerjasama dengan GPK dan Shadow Teacher.
Skrining juga dilakukan kepada orang tua peserta didik inklusi untuk mengetahui data pribadi peserta didik. Setelah Skrining maka langkah selanjutnya Assesmen oleh ahli (psikolog) disini kita akan mendapat hasil menyeluruh dari assesmen yang akan dipergunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari 1) Tahap Identifikasi Masalah; 2) Tahap Diagnosa Masalah, pada tahap inidiambil keputusan dari hasil identifikasi masalah; 3)Tahap Prognosis yaitu penyusunan rencana atau program yang akan dilaksanakan yaitu modifikasi kurikulum (Program BK) khusus untuk peserta didik inklusi; 4) Terapi yang terdiri dari bimbingan kelompok, konseling kelompok, konseling individu, alih tangan kasus; 5) Tindak lanjut, berdasarkan evaluasi yang diberikan.
Untuk pelayanan secara klasikal tentunya sama karena memang materi sudah kita sesuaikan, perbedaannya untuk peserta didik inklusi didampingi oleh GPK / Shadow Teacher. Dalam kegiatan klasikal tersebut guru BK akan melihat sejauh mana ketercapaian layanan bagi siswa inklusi, apabila ditemukan kendala maka akan ditindaklanjuti dengan kegiatan konseling individu. Kegiatan konseling individu dilaksanakan tidak hanya untuk melihat ketercapaian layanan, akan tetapi untuk menggali potensi dalam diri peserta didik inklusi agar dapat dikembangkan dengan optimal. Dengan menggali potensi peserta didik inklusi tentunya akan membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya dan dapat mencapai kemandirian.
Pelayanan BK kepada peserta didik inklusi tidak hanya di dalam lingkup sekolah. Kegiatan home visit (kunjungan rumah) dilaksanakan agar terjalin kerjasama yang baik antau orang tua dan guru BK. Disini peran dan support orang tua sangat diperlukan demi kemajuan peserta didik inklusi. Dalam layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok dimanfaatkan guru BK untuk membuka peluang bagi peserta didik inklusi agar dapat bersosialisasi dan bertukar pendapat serta menuangkan ide-ide dalam kelompok. Hal selanjutnya yang penting diperhatikan adalah layanan mediasi. Layanan mediasi merupakan layanan yang dilakukan oleh Guru BK kepada kedua pihak bahkan lebih yang sedang bertentangan, saling bermusuhan.
Jadi layanan bimbingan konseling yang diberikan kepada sekolah inklusi bisa disesuaikan dengan kondisi kebutuhan layanan peserta didik berkebutuhan khusus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *