OLEH: Khoeri Abdul Muid, S.Pd.,M.Pd.
Kepala Sekolah SD Negeri Koripandriyo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati
e-mail: khoeriabdul2006@gmail.com
Semenjak merdeka hingga sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai 12 kurikulum persekolahan, yakni 3 lahir pada masa orde lama, 4 pada masa orde baru, dan 5 pada masa reformasi.
Tiga buah kurikulum yang lahir pada masa awal kemerdekaan atau orde lama, yakni kurikulum 1947, kurikulum 1952, dan kurikulum 1964. Empat buah kurikulum yang terbit pada masa orde baru, ialah kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum 1994. Sementara 5 kurikulum yang diketok palu pada masa reformasi hingga sekarang, yaitu kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP), kurikulum 2013, kurikulum darurat (2020), dan pada 11 Februari 2022 diluncurkan krikulum baru yang diberi nama kurikulum merdeka.
Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan serta menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik. Sebab sebagaimana dirumuskan oleh John Dewey (1902) bahwa kurikulum merupakan rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar anak didik melalui susunan pengetahuan yang terorganisir dengan baik.
Ada beberapa faktor pendorong pengembangan kurikulum. Di antaranya: (1) Ekspektasi tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional. (2) Keadaan sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat. (3) Perkembangan peserta didik. (4) Keadaan lingkungan dalam arti luas yang meliputi lingkungan kebudayaan, hidup dan alam, termasuk ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (5) Kebutuhan pembangunan yang mencakup kebutuhan pembangunan dibidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum dan lain-lain. (6) Perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yang sesuai dengaan sistem nilai kemanusiaan budaya dan bangsa (Dr. Sri Utaminingsih, 2020).
Namun demikian pengembangan kurikulum baru tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa “syarat sahnya” keberhasilan pengembangan kurikulum, di antaranya: (1) Harus ada sosialisasi yang menyeluruh. (2) Perlu selalu disertai langkah menghadirkan lingkungan yang kondusif. (3) Perlu selalu dibarengi dengan langkah pengembangan fasilitas dan sumber belajar. (4) Perlu selalu disertai upaya pengembangan kemandirian sekolah. (5) Perlu dibersamai dengan usaha meluruskan paradigma (pola pikir) guru dalam konteks kurikulum baru. Dan, (5) Perlu memberdayakan semua tenaga kependidikan.
Oleh karena itu, menurut hemat saya— Kurikulum Merdeka yang notabene sedang dalam fase pengembangan, wajib hukumnya ia harus juga memenuhi “syarat sah” keberhasilan pengembangan kurikulum baru tersebut. Terima kasih. Salam MERDEKA!!! (*)